anonyma

Dia Yang Tak Mau Disebut Namanya



I went to the woods 
because I wanted to live deliberately. 
I wanted to live deep and suck out all 
the marrow of life.
 
To put to rout all that was not life,
and not, when I had come to die,
discover that I had not lived.
(Dead Poet’Society)


Narsis… aku teringat akan mitos narsism yang pernah kubaca dari sebuah literatur sastra. Sosok Narsis digambarkan sebagai seorang pemuda yang memiliki wajah yang rupawan. Narsis sangat memuja dirinya -dia kerap berlama-lama di tepi danau sambil memandang wajahnya -sampai akhirnya dia mati karena terjatuh di danau itu. Dewi-dewi hutan selalu mencari Narsis, mereka penasaran melihat Narsis yang rupawan. Namun dewi-dewi hutan tak jua menemukan Narsis, mereka lalu menemukan danau dan bertanya pada danau. Di manakah Narsis, danau? Apakah kau melihatnya? tanya dewi-dewi hutan kepadanya. Namun danau hanya menjawab bahwa Narsis telah mati, dan danau pun menangisi kematian Narsis. Dewi-dewi hutan pun heran dan bertanya mengapa danau menangisi Narsis yang rupawan. Sambil menangis, danau balik bertanya pada dewi-dewi hutan, apakah Narsis itu benar-benar rupawan? Dewi-dewi hutan heran dan berkata bahwa bukankah danau lebih mengetahui itu karena tiap hari Narsis selalu memandang wajahnya di tepi danau. Danau pun berkata bahwa dia sedih karena ketika danau memandang mata Narsis yang sedang memandang wajahnya di danau, danau hanya melihat keindahannya sendiri di mata Narsis.
Kisah romantis di atas memberi pesan bahwa kenarsisan selalu bersinonim dengan kesempurnaan. Namun tiada yang sempurna dalam konteks manusia. Narsis adalah salah satu dari sekian banyak karakter manusia yang rumit untuk dipahami. Sebuah potret kelemahan manusia, bukan lagi kesempurnaan itu sendiri. Karakter manusia selalu tergantung dan dibentuk oleh lingkungan yang melingkupinya. Tentunya, sangat penting untuk menciptakan sebuah lingkungan dan atmosfir yang ideal dalam membentuk karakter manusia yang ideal.
Terlepas dari perfeksionitas yang sifatnya utopi bagi manusia. Tentu saja, habitat-lah yang paling berperan dalam membentuk mereka. Habitat manusia akan berbeda dengan habitat hewan ketika ada tatanan ideal yang mengatur manusia. Apa bedanya manusia dengan hewan jika tak memiliki aturan? Toh juga sama-sama terdiri dari kesatuan tulang dan daging yang akan musnah dimakan oleh ulat-ulat dan belatung. Manusia harus memiliki aturan main dalam habitatnya. Itulah yang akan mempertahankan dan menjaga sisi kemanusiaan mereka. Sebaliknya, habitat hewan diatur oleh aturan hewan yang selalu disebut dengan hukum rimba. Dimana segala hewan akan tunduk pada penguasa rimba yang tentunya paling kuat dan paling ditakuti di antara hewan lainnya. Namun apa yang terjadi ketika manusia tunduk pada sesama manusia lainnya? Maka, itu dinamakan perbudakan. Perbudakan ini tentu saja sangat kontras dengan aturan manusia yang ideal yang mampu memanusiakan manusia, bukan sebaliknya. Dalam konteks ini, adalah ketidakwarasan ketika manusia satu tunduk kepada manusia lainnya karena didorong oleh motivasi-motivasi profan. Tidak ada justifikasi baku untuk melegalkan hal ini. No compromise. Dan hidup akan terus berjalan dengan kaidah itu, kapanpun dan di manapun walau tanpa manusia sekalipun!
Kenarsisan pada manusia sangatlah manusiawi. Dimana jenis manusia ini menganggap bahwa mereka pantas mendapatkan yang terbaik dalam segala hal. Namun, tentunya harus ada standar yang ideal dalam konteks ini. Kenarsisan hanya akan melemahkan sisi kemanusiaan jika kenarsisan bersandar pada ke-tidak-idealan standar. Adanya kontra antara kenarsisan dan ke-tidak-idealan standar akan berakibat pada rusaknya sisi kemanusiaan manusia. Setiap manusia akan menuhankan egonya dan menjadi tiran bagi yang lain.
Untuk mengarahkan kenarsisan ke sebuah koridor standar yang benar, maka mau tak mau, suka tak suka, siapapun harus mengadopsi sebuah tatanan yang ideal. Mengapa harus ideal? Karena manusia tidaklah perfect, mereka bukan malaikat, namun mereka juga bukan hewan. Manusia hanyalah makhluk berakal yang sarat alpa dan dosa. Aku manusia, kamu manusia dan dia pun manusia, punya akal dan perasaan. Bisa sederajat dengan para malaikat, sebaliknya, bisa lebih rendah dari hewan. Maka, sangatlah manusiawi jika spesies yang bernama manusia harus diatur oleh sebuah tatanan yang mampu meninggikan martabat mereka tanpa ketundukan pada mahkluk lainnya. Yang mampu mengangkat mereka dari derajat hewan yang berakal menjadi derajat manusia yang mulia. Aturan yang ideal-lah yang akan menyempurnakan sisi kemanusiaan mereka. Aturan yang ideal adalah pendidik, penyembuh, penjaga dan pengontrol bagi manusia. Ketika aturan yang dipakai tidak ideal lagi maka kerusakan dan kenistaanlah yang didapatkan.  Bim sala bim, hukum rimba yang berlaku. Tercipta kekerasan tirani pada kaum tertindas. Segalanya diukur berdasarkan siapa kamu dan siapa aku. Asas manfaat menjadi orientasi, dan materi seketika menjadi dewa dan candu.
Ketika situasi ini memburuk, manusia melupakan sisi kemanusiaannya. Mereka membabi buta, meratakan apa saja untuk mencapai kesenangan profan yang tidak abadi tanpa ketundukan pada aturan ideal lagi. Mereka tidak berbeda lagi dengan spesies terendah di muka bumi yang bernama binatang. Bahkan mereka bisa jauh lebih buruk dari itu. Mereka kehilangan orientasi sejati dalam hidupnya. Perbudakan menjadi the way of life nya. Inkonsistensi ini merefleksikan betapa lemahnya manusia tanpa aturan ideal. Betapa rendah dan buruknya manusia tanpa aturan ideal. Untuk itu, menghadirkan sebuah aturan ideal adalah sebuah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi. Sifatnya yang krusial menuntut kita semua untuk bertanggung jawab pada kembalinya aturan ideal ini di muka bumi.
Kita tidak perlu lagi menjura-jura pada tirani untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik, namun semu. Berkompromi dengan kekuasaan tirani yang menjilat kita demi mempertahankan aturan mereka yang bobrok, hanyalah menguatkan dialektika tirani lebih lama lagi. Kita tidak muluk-muluk, kita hanya menginginkan sebuah kondisi dimana kita sendiri yang mengadakannya dengan kekuatan keyakinan yang kita punya. Kesadaran kita harus mengambil alih segalanya. Dan itu yang kumaksud dengan kebebasan. Kebebasan yang akan kembali memanusiakan kita tanpa adanya tekanan dari manapun. Kita tidak dapat menolong diri kita dari kondisi menekan ini, jika kita tidak memahami gagasan kebebasan ini. Omong kosong. Masing-masing diri kita harus menjadi pembebas dengan segenap kesadaran yang kita miliki.
Kebebasan adalah sesuatu yang sakral dalam setiap jiwa. Namun dalam hal ini, kebebasan yang aku maksud telah terjadi distorsi makna akan essensi kebebasan. Kebebasan adalah bebas dari belenggu aturan baku yang menindas kemanusiaan kita saat ini. Kebebasan adalah bebas dari kelaziman yang mencekik kemanusiaan kita hari ini. Kebebasan ketika melakukan sesuatu yang kita yakini mampu membahagiakan orang lain. Kebebasan yang dirasakan saat melihat orang lain bahagia. Kebebasan muncul dari kesadaran pemikiran. Kebebasan akan menjelma dalam tindakan. Tentu saja, standar kebebasanku dan kebebasanmu akan sangat subjektif, tergantung siapa aku (muslim) dan siapa kamu.
Saat ini, orang-orang membohongi hati nuraninya. Mereka pongah terhadap kebenaran. Mereka bahkan takut menghadapinya. Kebenaran yang akan terkuak dan memporak-porandakan impian mereka. Life in the comfort zone menjadikan mereka cengeng untuk melawan arus. Mereka takut kehilangan kenyamanan semu yang telah mereka miliki, mereka takut terasing dan dimiskinkan. Dan kita akan membuat mereka ternganga. Menguak segala kejahatan tatanan kapitalism, sampai mereka mengerti bahwa kapitalism hanyalah sampah. Bukan waktunya bagi kita untuk bermanja-manja dengan kondisi kenyamanan palsu saat ini. Dalam hal ini, gerakan revolusi adalah hal yang pasti, bukan reformasi yang cuma basa-basi. Kita harus bergerak dalam berbagai versi. Provokator, terroris, hacker dalam makna sinis ataupun versi victim harus digunakan untuk memaksimalkan kesadaran dan kinerja kita. Kita bebas berkreasi menyampaikan aspirasi dan inspirasi kita. Kita bebas berbicara sesuai dengan versi dan peran kita masing-masing dalam frame ideal kita. Harus ada konsistensi pada visi, misi dan orientasi kita. Harus ada unity pemahaman, pemikiran, perasaan dan gerakan dalam sebuah aturan partai yang mengikat dengan kesadaran penuh kita. Semua hal itu adalah amunisi kita untuk maju dan bertindak. This is the true path to rebels…
Saat ini, setiap orang adiktif pada kapitalism. Kapitalism adalah candu, marijuana, demerol. Semua over dosis dan sekarat karenanya, namun kita yang akan menjadi penyembuhnya. Bahkan mereka tak mampu hidup tanpa kapitalisme dan kita akan menciptakan hidup tanpanya.
Mereka pikir mereka berada di suatu negeri yang menakjubkan dan bebas untuk berbicara. Mereka telah membiarkan para pemimpin paradoks menyetir mereka. Segera setelah mereka mulai sadar atas semua itu, kita benar-benar bisa melakukan sesuatu. Kita harus memulai semua ini dari tempat diri kita ditekan. Hal ini bukan untuk membuat banyak orang menjadi nyaman. Bukan untuk membuat mereka merasa lebih baik namun untuk membuat mereka merasa lebih buruk.
Kami ucapkan terima kasih pada kenaikan harga BBM, TDL, pada privatisasi dll. Kami ucapkan terima kasih pada kedzaliman-kedzaliman tirani hari ini dan esok. Namun, tentu saja semua itu akan berguna bagi kita. Semua itu adalah mantra-mantra kita untuk membuat mereka semua sadar dan membangun visi kebebasan versi kita. Semua itu akan memudahkan kita untuk menghadirkan sebuah kontra-revolusi yang massif.
Mau tak mau, suka tak suka, perlawanan adalah sebuah kewarasan kita hari ini. Tentunya, saat ini kita harus mulai dengan memilih. Memilih untuk sekedar hidup atau memilih untuk benar-benar hidup. Hidup memang tidak abadi dan kita akan mati. Namun karena hidup hanya sekali maka kita pantas mendapatkan yang terbaik. Maka, memilih untuk melawan adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan hidup yang benar-benar hidup. Dalam konteks cerdas, kita melawan dengan pemikiran, bukan kekerasan. Pastikan pilihan kita hanyalah dua, hidup mulia atau kepala terbelah menjadi dua.




3 comments:

tesssssssssssssss

gue bales mbak anoooo......
tes jugaaa...hehehe

...karena hidup hanya sekali maka kita pantas mendapatkan yang terbaik..


kamu yang terbaik :)

Posting Komentar